Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan[1] . Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.
Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola
yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah
inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan
beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk
kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak
diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke 19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang
yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal
teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya.
Orang-orang ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi
sebuah inovasi.[2]